Abstrak—Telah dilakukan percobaan
spektrometer yang bertujuan untuk mempelajari teori spektrometer prisma
dengan pendekatan eksperimental, menentukan indeks bias prisma kaca, menetukan
panjang gelombang dengan menggunakan prisma yang telah dikalibrasi, dan
mengamati spektrum warna cahaya dari panjang gelombang tertentu. Prinsip
kerja spektrometer adalah dispersi cahaya oleh prisma yang ada didalam
spektrometer. Proses dipersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias antara
kaca dan udara. Cahaya datang (cahaya polikromatik) yang melewati prisma akan
dibelokkan mendekati garis normal prisma. Sedangkan cahaya yang keluar dari
prisma akan terdispersi menjadi beberapa cahaya monokromatik dan dibelokkan
menjauhi garis normal prisma. Dari hasil perhitungan, indeks bias prisma rata –
rata adalah 1,868. Pada lampu gas hidrogen, panjang
gelombang cahaya warna merah adalah
2039,25 Å, warna jingga 1966,46 Å, warna
kuning 1727,22 Å; warna hijau 1613,26 Å, warna biru 1392,30, dan warna ungu 1302,87 Å. Sedangkan untuk lampu
gas helium, panjang gelombang cahaya warna merah adalah 2228,76 Å, kuning 1994,52 Å, warna
hijau 1574,24 Å, dan warna ungu 1341,05 Å. Untuk kedua variasi lampu gas, nilai
error panjang gelombang rata – rata adalah 68 %.
Kata Kunci—cahaya, dispersi, panjang gelombang, prisma, spektrometer.
I. PENDAHULUAN
B
|
eberapa fenomena alam yang sering kali terjadi ternyata dapat dijelaskan
oleh ilmu fisika. Seperti hal nya pelangi yang sering muncul dilangit. Tetesan
air hujan telah mendispersikan cahaya yang dipancarkan oleh matahari menjadi
warna – warna yang terlihat disusunan warna pelangi. Setiap warna yang terurai
tersebut memiliki panjang dan sudut deviasi yang berbeda – beda. Dan dalam
percobaan ini, akan dipelajari temtang alat yang bernama spektrometer. Prisma
yang ada di dalam alat ini dapat menguraikan cahaya polikromatis menjadi
beberapa cahaya monokromatis seperti pada fenomena pelangi.[4].
Spektrometer adalah alat untuk mengukur panjang gelombang
dengan akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma, untuk memisahkan panjang
gelombang yang berbeda. Cahaya dari sumber melewati celah sempit pada kalimator. Celah berada pada titik fokus
L, sehingga cahaya paralel jatuh pada kisi. Teleskop yang dapat di gerakkan
sehingga menfokuskan berkas berkas cahaya. Prisma bekerja karena dispersi,
pembelokan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda dan sudut yang berbeda
pula.[2].
Gambar 1.1. prisma segitiga
Prisma merupakan suatu medium yang di batasi dua
permukaan yang membentuk sudut A. Dimana medium tersebut mempunyai indeks bias
n dan dikelilingi medium udara, yang berindeks bias satu.sinar datang mengalami
pembiasan dan keluar dengan terdeviasi membentuk sudut . Sehingga dengan hukum
snellius.[3].
n1 sinθi =
n2 sinθr
n =
……..........……(1.1)
dimana
i =
dan r =
jadi indeks biasnya adalah
n =
Dua properti
cahaya yang paling jelas dapat langsung dideskripsikan dengan teori gelombang
untuk cahaya adalah intensitas dan warna cahaya. Warna cahaya berhubungan erat
dengan panjang gelombang atau frekuensi cahaya. Cahaya tampak yaitu cahaya yang
sensitif bagi mata, yang jatuh pada kisaran 400 nm hingga 750 nm. Kisaran ini
dikenal sebagai spektrum tampak. Cahaya putih adalah gabungan dari semua cahaya
tampak. Dan ketika jatuh pada prisma, panjang gelombang yang berbeda akan
dibelokkan dengan sudut deviasi yang berbeda pula.[2].
Dispersi
adalah gejala peruraian cahaya putih (polikromatik) menjadi cahaya
berwarna-warni (monokromatik). Cahaya putih merupakan cahaya polikromatik,
yaitu cahaya yang mempunyai bermacam-macam panjang gelombang. Jika cahaya putih
diarahkan ke prisma, maka cahaya putih akan terurai menjadi cahaya merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila dan
ungu. Semakin kecil panjang gelombangnya, maka semakin besar indeks biasnya.[1].
Gambar
1.2. Dispersi cahaya oleh prisma.
Cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan dibelokkan
lebih besar dari pada cahaya yang mempunyai panjang delombang yang lebih besar.
Berkas cahaya putih akan disebar atau terdispersikan kedalam cahaya yang
warna-warni seperti gambar 1.2. pembeentukan pelangi adalah salah satu contoh
dispersi cahaya.[4].
II. METODE
Gambar
2.1. Skema kerja praktikum spektrometer.
Setelah peralatan disiapkan, kemudian
perlatan dirangkai seperti gambar 2.1. Lalu lampu gas hidrogen diletakkan pada
statip dan di atur didepan celah kolimator. Kemudian lampu dinyalakan dengan
cara rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan PLN. Dipastikan tidak ada
cahaya lain selain cahaya lampu gas. Setelah itu, fokus teleskop diatur. Lalu
celah kolimator diatur agar cahaya yang didispersikan oleh prisma dapat
terlihat melalui teleskop. Kemudian ditentukan sudut pelurus kolimator pada
skala vernier. Setelah itu, lihat spektrum warna melelui teleskop dan
diukur besar sudut deviasi dari setiap warna dengan cara posisikan garis
vertikal pada teleskop di warna yang akan diukur sudut deviasinya. Kemudian
diukur besar sudut deviasi pada skala vernier yang terdiri dari skala utama dan
skala nonius. Dan diukur pula sudut deviasi untuk setiap warna yang terlihat
pada teleskop. Dilakukan 3 kali pengulangan pengambilan data untuk setiap
warna. Setelah itu, sumber tegangan PLN diputus dan lampu gas hidrogen diganti
dengan lampu gas helium. Dan diukur pula sudut deviasi untuk setiap warna
dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Data yang didapatkan adalah berupa
sudut deviasi untuk setiap warna yang diperoleh dari hasil sudut pengukuran
dikurangi sudut pelurus kolimator yang sebelumnya telah ditentukan. Kemudian
dilakukan perhitungan untuk menentukan indeks bias prisma dan panjang gelombang
cahaya.
Gambar 2.2. Flowchart
percobaan spektrometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Percobaan Lampu Gas Hidrogen.
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data
sebagai berikut.
Tabel 1. Data hasil percobaan spektrometer dengan sumber
cahaya lampu gas hidrogen.
Warna
|
Sudut deviasi (β)
|
||
1
|
2
|
3
|
|
merah
|
77,1
|
77
|
77,1
|
jinggga
|
77,3
|
77,3
|
77
|
kuning
|
77,8
|
77,7
|
77,8
|
hijau
|
78,1
|
78,1
|
78,2
|
biru
|
79,1
|
79,2
|
79,1
|
ungu
|
79,7
|
79,7
|
79,7
|
Untuk memperoleh nilai panjang gelombang pada
perhitungan, diperlukan panjang gelombang referensi dan indeks bias prisma yang
dapat dihitung menggunakan persamaan (1.2). Dengan α
adalah sudut puncak prisma yaitu 60º. Dan diperoleh nilai indeks bias rata –
rata seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil perhitungan indeks
bias prisma.
Warna
|
λref (Å)
|
indeks bias prisma (n)
|
n rata-rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
merah
|
6700
|
1,861
|
1,861
|
1,861
|
1,861
|
jinggga
|
6200
|
1,863
|
1,863
|
1,861
|
1,862
|
kuning
|
5500
|
1,866
|
1,865
|
1,866
|
1,866
|
hijau
|
4900
|
1,868
|
1,868
|
1,868
|
1,868
|
biru
|
4400
|
1,874
|
1,875
|
1,874
|
1,874
|
ungu
|
4200
|
1,878
|
1,878
|
1,878
|
1,878
|
Sehingga dapat dibuat grafik hubungan antara indeks
bias prisma (n) dengan 1/ (λ referensi)2
seperti gambar 3.1.
Gambar 3.1. Grafik
hubungan n dan 1/ λreferensi.
Pada grafik diperoleh nilai a dan b yang digunakan
pada perhitungan untuk mencari nilai λperhitungan
seperti pada tabel 3.
Tabel
3. Data hasil perhitungan λperhitungan.
Warna
|
n rata-rata
|
1/( λreferensi)2
|
λperhitungan (Å)
|
merah
|
1,861
|
2,23 x 10-8
|
2039,25
|
jinggga
|
1,862
|
2,60 x 10-8
|
1966,46
|
kuning
|
1,866
|
3,31 x 10-8
|
1727,22
|
hijau
|
1,868
|
4,16 x 10-8
|
1613,26
|
biru
|
1,874
|
5,16 x 10-8
|
1392,30
|
ungu
|
1,878
|
5,67 x 10-8
|
1302,87
|
Setelah diperoleh nilai panjang gelombang
perhitungan, maka akan dibandingkan dengan panjang gelombang referensi dan
diperoleh nilai error.
Tabel
4. Data hasil perhitungan error.
Warna
|
λreferensi (Å)
|
λperhitungan (Å)
|
Error (%)
|
merah
|
6700
|
2039,25
|
69,5634
|
jinggga
|
6200
|
1966,46
|
68,2829
|
kuning
|
5500
|
1727,22
|
68,5960
|
hijau
|
4900
|
1613,26
|
67,0763
|
biru
|
4400
|
1392,30
|
68,3568
|
ungu
|
4200
|
1302,87
|
68,9793
|
Dari data yang didapatkan yaitu pada tabel 1, terdapat
beberapa cahaya dengan beberapa warna dari merah hingga ungu yang berurutan
sesuai besar panjang gelombang yaitu
dari yang terbesar hingga terkecil. Nilai panjang gelombang berbanding terbalik
dengan sudut deviasi, sehingga cahaya merah mempunyai sudut deviasi yang
terkecil. Cahaya –cahaya monokromatik tersebut adalah hasil pendispersian
cahaya polikromatik oleh prisma yang berada didalam spektrometer. Pada
percobaan ini, cahaya polikromatik yang digunakan adalah cahaya lampu gas
hidrogen. Cahaya polikromatik ini akan disejajarkan menuju prisma oleh
kolimator yang ada didalam spektrometer. Saat cahaya polikromatik mengenai
prisma, cahaya polikromatik ini akan didispersikan oleh prisma menjadi cahaya –
cahaya monokromatik. Cahaya monokromatik yang terbentuk akan berurutan sesuai
dengan panjang gelombang cahaya tersebut.
Prinsip kerja spektrometer adalah dispersi cahaya oleh
prisma yang ada didalam spektrometer. Proses dipersi ini terjadi karena
perbedaan indeks bias antara kaca dan udara. Cahaya datang (cahaya
polikromatik) yang melewati prisma akan dibelokkan mendekati garis normal
prisma. Sedangkan cahaya yang keluar dari prisma akan terdispersi menjadi
beberapa cahaya monokromatik dan dibelokkan menjauhi garis normal prisma.
Cahaya
monokromatis yang terdispersi akan membentuk sudut deviasi. Besar sudut deviasi
bergantung besar panjang gelombang cahaya. Semakin besar gelombang cahaya akan
semakin kecil sudut deviasinya. Panjang gelombang cahaya yang besar, memiliki
energi yang kecil dan begitu pula sebaliknya. Teori ini juga terjadi ke
kehidupan, misalnya saja saat memanaskan air menggunakan api dari kompor. Air
akan lebih cepat matang jika api berwarna biru. Hal ini dikarenakan panjang
gelombang cahaya biru lebih kecil dari cahaya kuning ataupun merah. Sehingga
energi yang dihasilkan oleh api warna biru lebih besar dan membuat air lebih
cepat matang.
Untuk analisa hasil perhitungan indeks bias yang di hasilkan pada lampu gas
hidrogen bila di rata-rata dari beberapa warna
tersebut menghasilkan indeks bias yang sama yaitu 1,868. Hal ini di karenakan
nilai indeks bias suatu benda akan selalu sama walaupun cahaya yang didispersikan mempunyai panjang gelombang yang
berbeda.
Dari hasil perhitungan nilai error, didapatkan nilai error yang cukup besar. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengaruh cahaya dari luar selain cahaya lampu, hal ini
dapat mempengaruhi spektrum warna yang dihasilkan. Dan juga penentuan sudut deviasi
yang kurang tepat karena untuk menentukan titik pusat yang paling cerah yang
mewakili suatu warna sangatlah sulit karena garis spektrum cahaya bukanlah
garis tipis melainkan mempunyai ketebalan.
Jadi panjang
gelombang yang terukur belum tentu pada titik yang mewakili suatu warna
tersebut.
3.2.Percobaan Lampu Gas Helium.
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data
sebagai berikut.
Tabel 5. Data hasil percobaan spektrometer dengan sumber
cahaya lampu gas helium.
Warna
|
Sudut deviasi (β)
|
||
1
|
2
|
3
|
|
merah
|
76,9
|
76,9
|
77
|
kuning
|
77,3
|
77,3
|
77,3
|
hijau
|
78,4
|
78,5
|
78,4
|
ungu
|
79,6
|
79,6
|
79,6
|
Untuk memperoleh nilai panjang gelombang pada
perhitungan, diperlukan panjang gelombang referensi dan indeks bias prisma yang
dapat dihitung menggunakan persamaan (1.2). Dengan α
adalah sudut puncak prisma yaitu 60º.
Tabel 6. Hasil perhitungan indeks
bias prisma.
Warna
|
λref (Å)
|
indeks bias prisma (n)
|
n rata-rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
merah
|
7150
|
1,860
|
1,860
|
1,861
|
1,860
|
kuning
|
5795
|
1,863
|
1,863
|
1,863
|
1,863
|
hijau
|
5395
|
1,870
|
1,870
|
1,870
|
1,870
|
ungu
|
4220
|
1,877
|
1,877
|
1,877
|
1,877
|
Sehingga dapat dibuat grafik hubungan antara indeks
bias prisma (n) dengan 1/ (λ referensi)2
seperti gambar 3.1.
Gambar 3.2. Grafik
hubungan n dan 1/ λreferensi.
Pada grafik diperoleh nilai a dan b yang digunakan
pada perhitungan untuk mencari nilai λperhitungan
seperti pada tabel 7.
Tabel 7.
Data hasil perhitungan λperhitungan.
Warna
|
n rata-rata
|
1/( λreferensi)2
|
λperhitungan (Å)
|
merah
|
1,860
|
1,956 x 10-8
|
2228,76
|
kuning
|
1,863
|
2,978 x 10-8
|
1994,52
|
hijau
|
1,870
|
3,436 x 10-8
|
1574,24
|
ungu
|
1,877
|
5,615 x 10-8
|
1341,05
|
Setelah diperoleh nilai panjang gelombang
perhitungan, maka akan dibandingkan dengan panjang gelombang referensi dan
diperoleh nilai error.
Tabel 8.
Data hasil perhitungan error.
Warna
|
λreferensi (Å)
|
λperhitungan (Å)
|
Error (%)
|
merah
|
7150
|
2228,76
|
68,8285
|
kuning
|
5795
|
1994,52
|
65,5821
|
hijau
|
5395
|
1574,24
|
70,8204
|
ungu
|
4220
|
1341,05
|
68,2216
|
Tabel 5. menunjukkan data yang diperoleh
pada percobaan dengan lampu gas helium ini. Warna yang dihasilkan dari
pendispersian oleh prisma berbeda dengan percobaan menggunakan lampu gas
hidrogen. Saat menggunakan lampu gas helium, spektrum warna yang terlihat pada
teleskop bersekat-sekat atau yang disebut diskrit.
Lampu gas helium maupun
lampu gas hidrogen dapat menyala karena gas yang berada didalam tabung lampu
tersusun dari atom – atom yang memiliki elektron – elektron. Saat dihubungkan
dengan arus listrik, akan terjadi beda potensial dan menyebabkan muatan elektron
bergerak. Pergerakan elektron ini akan menimbulkan medan magnet sehingga dapat
terjadi arus listrik. Muatan yang mengalir ini akan menumbuk partikel – partikel pada lampu gas. Karena tumbukan ini partikel dari
lampu gas tersebut terpental. Partikel yang terpental tersebut terlepas sebagai
energi, yaitu cahaya yang terpencar.
KESIMPULAN
Dari percobaan spektrometer yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa spektrometer
bekerja menggunakan dispersi cahaya oleh prisma yang ada didalam spektrometer.
Proses dipersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias antara kaca dan udara.
Cahaya datang (cahaya polikromatik) yang melewati prisma akan dibelokkan
mendekati garis normal prisma. Sedangkan cahaya yang keluar dari prisma akan
terdispersi menjadi beberapa cahaya monokromatik dan dibelokkan menjauhi garis
normal prisma.
Pada saat menggunakan lampu gas hidrogen, spektrum
warna yang tebentuk adalah merah, jinggga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Warna
– warna tersebut telah urut berdasarkan panjang gelombang dari yang terbesar
hingga terkecil. Pada saat menggunakan lampu gas helium, spektrum warna yang
terbentuk adalah merah, kuning, hijau, dan ungu. Cahaya dengan warna tersebut
telah berurutan sesuai panjang gelombang terbesar hingga terkecil. Akan tetapi
pada spektrum warna yang dihasilkan lampu gas helium terdapat sekat atau
diskrit. Hal ini disebabkan, pada sudut deviasi tertentu tidak ada cahaya yang
dibelokkan pada sudut tersebut. Sehingga terlihat range yang tidak terdapat
spektrum cahaya.
Nilai indeks bias suatu benda akan selalu tetap. Dari
kedua lampu gas, telah dilakukan perhitungan untuk menentukan indeks bias
prisma rata – rata, yaitu 1,868.
Dari percobaan akan
didapatkan sudut deviasi untuk masing – masing warna. Sehingga dapat dihitung
nilai panjang gelombang setiap warna yang dihasilkan. Pada lampu gas hidrogen,
panjang gelombang yang dihasilkan untuk setiap warna secara berurutan adalah 2039,25
Å; 1966,46 Å; 1727,22 Å; 1613,26 Å; 1392,30
; dan 1302,87 Å. Sedangkan untuk lampu gas helium, panjang gelombang yang
dihasilkan untuk setiap warna secara berurutan adalah 2228,76 Å; 1994,52 Å; 1574,24
Å; dan 1341,05 Å. Untuk kedua variasi lampu gas, nilai error panjang
gelombang rata – rata adalah 68 %.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada asisten laboratorium, Nurul Rosyidah, Novyantika W, Winda Hastari, Amalia
Ma’rifatul, yang telah membimbing dalam percobaan spektrometer ini. Tidak lupa terimakasih kepada teman-teman satu tim atas
kerja samanya dalam melakukan praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Alonso, Marcello dan Finn J. Edward. 1994. Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi
kedua jilid 2. Erlangga. Jakarta.
[2] Giancoli, Douglas
C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta
[3] Jewett,
Serway.2004. Physics for Scientist and Engineers.
California State Polytechnic University,
Pomona.
[4] Tipler, Paul A. 2001.
Fisika untuk Sains dan Teknik2. Erlangga . Jakarta.
bu,.. boleh minta contoh laporan ini ngga? terus mau tanya dong.. gimna membuat blog terus ada animasi physicsnya gerak2 kaya gini..?